Pesantren sebagai
lembaga pendidikan mempunyai karakteristik tersendiri, apa pun usaha yang
dilakukan utnuk meningkatkan pesantren, namun dia tetap sebagai lembaga
pendidikan Islam dengan karekteristik yang khas. Setiap pesantren di Indonesia
pasti memiliki keunikan atau ciri khas masing-masing, tetapi secara umum
pesantren memiliki karakteristik yang hampir sama, hal tersebut seperti yang
dikatakan oleh Samsul Nizar (2013:287) sebagaimana berikut:
1.
Materi pelajaran
Sebagai lembaga
pendidikan Islam, pesantren pada dasarnya hanya mengajarkan agama, sedangkan
kajian atau mata pelajarannya ialah kitab-kitab berbahasa Arab atau yang biasa
disebut kitab kuning. Misalnya, bahasa Arab, nahwu, sharaf, kitab tafsir,
fiqih, hadits, tasawuf, mantiq, dan lain-lain.
2.
Metode
pengajaran.
Metode yang lazim digunakan dalam
pendidikan di pesantren, yaitu:
a.
Wetonan, yaitu suatu metode kuliah di mana para
santri mengikuti pelajran dengan duduk disekeliling kiai yang menerangkan
pelajaran. Santri menyimak kitab masing-masing dan mencatat jika perlu dan
biasanya santri memberi makna terhadap kitab yang sedang dipelajari.
b.
Sorogan, yaitu suatu metode di mana santri menghadap
kiai seorang demi seorang dengan membawa kitab yang akan dipelajarinya. Metode
sorogan ini merupakan bagian yang paling sulit dari keseluruhan metode
pendidikan Islam tradisional, sebab sistem ini menuntut kesabaran, kerajinan,
ketaatan, dan disiplin pribadi santri, kendati demikian metode ini diakui
paling intensif karena dilakukan seorang demi seorang dan ada kesempatan untuk
tanya jawab langsung.
c.
Hafalan, yaitu suatu metode di mana santri menghafal
teks atau kalimat tertentu dari kitab yang dipelajarinya. Misalnya menghafalkan
nadzoman imriti yaitu salah satu kitab nahwu yang mempelajari tentang tata cara
membaca kitab gundul atau kitab kuning, atau menghafal nadzoman kitab
amtsilatut tasrifiah (sorof) atau kailani yaitu kitab yang berkaitan dengan
kata dasar dari bahasa Arab.
3.
Jenjang pendidikan
Jenjang pendidikan dalam
pesantren tidak dibatasi seprti dalam lembaga-lembaga pendidikan yang memakai
sistem klasikal. Umumnya, kenaikan tingkat seorang santri ditandai dengan tamat
dan bergantinya kitab yang dipelajari. Jadi, jenjang pendidikan tidak ditandai
dengan naiknya kelas seperti dalam penddikan formal pada umumnya, tetapi penguasaan kitab-kitab
yang telah ditetapkan dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.
4.
Fungsi pesantren
Samsul Nizar
(2013:120) menyebutkan ada tiga fungsi pesantren yang menjadi karakteristik
dari lembaga pondok pesantren, yaitu:
a.
Transmisi dan transfer ilmu-ilmu Islam.
Pesantren merupakan lembaga yang
senantiasa memberikan pengajaran kepada santrinya dengan berbagai ilmu Islam,
misalnya mempelajari Al-Qur’an, Hadits, fiqih, ushul fiqih, tauhid, tasawuf,
tata bahasa Arab, dan lain-lain, yang kesemuanya itu bersumber dari berbagai
literatur yang berbahasa Arab.
b.
Memelihara tradisi Islam.
Pesantren juga mengajarkan tata
cara memelihara tradisi Islam, misalnya setiap malam Jum’at dilakukan kegiatan
pembacaan Shalawat Nabi Muhammad SAW, yaitu kegiatan dibaan, berzanji, natsar,
dan lain-lain. Tradisi-tradisi tersebut masih sangat sakral di kalangan
pesantren.
c.
Reproduksi ulama’. Disebut reproduksi ulama, karena
di pesantren ulama itu dibentuk. Setiap santri ditempa dan digembleng agar
memperoleh dan menguasai berbagai ilmu pengetahuan agama.
5.
Kehidupan kiai dan santri
Imam Bawani (1987:166)
menjelaskan bahwa santri berasal dari istilah “cantrik”, yaitu murid yang mengabdikan diri kepada seorang
“pandita”, ini seperti dalam kisah pewayangan dan raja-raja zaman dahulu.
“Cantrik” akhirnya menjadi santri, sedangkan pandita peranannya diambil alih
oleh kiai di zaman Islam. Namun, Imam Bawani (1987:167) menjelaskan lebih
lanjut, bahwa yang dimaksud santri di sini adalah mereka yang tengah menuntut
ilmu di pesantren dan bermukim di pesantren, dan inilah keadaan yang paling
umum.
Para santri yang
tinggal di sebuah pesantren, biasanya terdapat bangunan yang mengelilingi, di
bagian tengah bangunan biasanya ada sebuah masjid atau mushala sebagai tempat untuk
beribadah dan kegiatan pendidikan. Di sebelah masjid atau mushala, biasanya terdapat
rumah kiai sebagai pemilik dan pemimpin pesantren. Rumah kiai biasanya disebut
dalem, dan dari sinilah kiai mengendalikan kehidupan atau aktivitas para
santri, baik dalam bidang pendidikan maupun ibadah. Apabila jumlah santri
sedemikian banyak, kiai bisa mendelegasikan sebagai wewenangnya kepda santri
senior, yang biasanya dipilih dari mereka yang menonjol dalam bidang ilmu,
akhlak, dan wibawa.
Berdirinya pesantren biasanya
bermula dari seorang kiai yang menetap disuatu tempat. Kemudian datanglah santri
yang ingin belajar kepadanya dan turut pula bermukim di tempat itu. Keberadaan
kiai dalam pesantren merupakan lambang kewahyuan yang selalu disegani,
dipatuhi, dan dihormati secara ikhlas.
Para santri selalu
berusaha agar dapat dekat dengan kiai untuk memperoleh berkah, sebab menurut
anggapan mereka, kiai adalah tempat bertanya dan sumber referensi, tempat
menyelesaikan segala urusan dan tempat meminta nasihat dan fatwa.
No comments:
Post a Comment